Kamis, 26 Januari 2017

Postpartum Depression dan Raos Bojo



Gelayut duka merundung ruang publik kita, Mutmainah (Iin), 28, tega memutilasi Arjuna, putranya yang masih berusia satu tahun. Sontak publik kaget apa sebenarnya yang terjadi? Sosok yang dikenal penyayang dan suka bergaul dengan tetangga tiba – tiba berubah menjadi sosok yang kejam dan tega terhadap anaknya sendiri. Tersangka diduga depresi ketika melakukan hal tersebut. Iin dikenal sebagai seorang pendiam, berbicara seperlunya. Menurut suami, perubahan terjadi dalam seminggu ini, Iin sering bicara sendiri dan lebih banyak diam.
Bak gunung es, cerita diatas menjadi bagian kecil puncak yang dapat dilihat. Dalam perspektif Dr Deborah Serani, Psikolog Adelphi University menjelaskan Perempuan lebih rentan mengalami gangguan jiwa ringan dibandingkan dengan laki-laki. Kerentanan tersebut antara lain disebabkan oleh faktor biologis dan budaya,  berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 menyebutkan, prevalensi penduduk berusia lebih dari 15 tahun yang mengalami gangguan mental emosional ringan pada perempuan 16 persen dan pada laki-laki 9 persen.

Senin, 31 Oktober 2016

Merawat “Taman Siswa”


Tanggal 3 Februari 2016 lalu menjadi peristiwa yang tidak bisa dilupakan Muhammad Samhudi, keinginan mendisiplinkan siswanya yang bolos ketika shalat Duha menjadi bumerang bagi dirinya, Samhudi dimejahijaukan oleh muridnya karena diduga mencubit siswanya, (Jawapos,2016), Kisah serupa juga terjadi pada Bu Maya, Guru Biologi di SMP Negeri 1 Bantaeng dilaporkan orang tua muridnya karena diduga mencubit muridnya ketika mengajar (Tribunnews,2016). Kedua peristiwa tersebut masih bergulir dijalur hukum. “perang” antara guru dan murid ini jika berlarut akan menjadi preseden buruk dalam dunia pendidikan. Jika hal ini terus bergulir maka akan menimbulkan sikap apatis dari guru, tidak mau menegur, tidak mau menegakkan aturan sehingga peran guru sebagai pendidik akan pudar.
Ibarat taman, sekolah sejatinya dihadirkan dalam suasana yang menyenangkan dan saling mendukung, dimana aktivitas mencerdaskan dan menghargai hadir disana. Dalam perspektifnya Ki Hadjar Dewantara  telah mengingatkan bahwa pendidikan yang dihadirkan haruslah melibatkan 3 komponen utama yang dikenal dengan Tri Pusat Pendidikan yaitu Lingkungan Keluarga, Lingkungan Sekolah dan Lingkungan Masyarakat.

Kamis, 28 April 2016

Perempuan dan Ancaman "Revenge Pornography"



Beberapa waktu lalu, jagat media di hebohkan oleh pengakuan  Ina “si nononk” yang mengklarifikasi foto mesra yang diunggah di akun facebooknya adalah perbuatan pembajakan yang dilakukan oleh mantan kekasihnya. Cerita serupa juga terjadi di magelang, sakit hati diputus oleh pacarnya secara sepihak, seorang pemuda nekat menggunggah foto selfie bugil mantan pacarnya tersebut melalui akun facebook mantan pacarnya. Prilaku balas dendam dengan cara mengunggah foto pasangan tanpa seizin pasangan ini dikenal dengan istilah “revenge pornography”.

Bak gunung es, dua cerita diatas adalah puncak yang tampak dari kasus yang ada, kemungkinan kasus yang tidak terlaporkan lebih banyak lagi. Tidak hanya di Indonesia, prilaku “Revenge Pornography” ini banyak menghantui beberapa negara. Seperti halnya di jepang, berdasarkan data yang dikeluarkan dari survei Ai Research pada tahun 2015 menjelaskan dari 200 responden yang berusia antara 20-30 tahun, ternyata 16,5 persen menyatakan bahwa di antaranya pernah difilmkan saat telanjang dan bermain seks dengan kekasihnya. Lebih mendalam lagi jumlah yang pernah punya pengalaman difilmkan tersebut, 51,5 persen memberikan penjelasan mereka tidak dapat berbuat apa – apa karena kekasih sendiri dengan perasaan. Percaya untuk mereka berdua saja film tersebut, rata – rata korbannya adalah perempuan.

Selasa, 19 April 2016

Keluarga "Layak" Anak



Jagad negeri ini kembali riuh ketika munculnya postingan anak SD bersama pacarnya diranjang, belum selesai sesak kita ketika dunia maya kita dipenuhi propaganda LGBT yang menyasar anak – anak. Permasalahan ini bukan menjadi hal sepele, ibarat gunung es, hal ini semakin menegasikan, seberapa kuat negeri ini bertahan dari bombardir “bom moral”, dimana peran keluarga sebagai garda penjaga moral? perubahan gaya hidup dan prilaku masyarakat saat ini berkontribusi dalam merubah arti keluarga itu sendiri, beberapa keluarga menganggap ketercukupan secara materi sudah menyelesaikan permasalahan. Keterabaian kita pada peran keluarga dalam membangun masyarakat bisa jadi sebagai pemicu yang berdampak pada maraknya kasus kekerasan terhadap anak, kenakalan remaja, narkoba, radikalisme, hingga lebih jauh memudarnya semangat nasionalisme.

Merujuk dari asal katanya, Keluarga diserap dari bahasa sansekerta merupakan dua kata yaitu kula dan warga yang bersatu menjadi “kulawarga” yang berarti “anggota” atau “kelompok kerabat”. Lebih luas keluarga diartikan sebagai kesatuan sosial terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anak-anak yang mereka lahirkan. Sejalan dengan perspektif tersebut Rog & Baber menambahkan fungsi keluarga meliputi fungsi biologis, fungsi ekonomi, fungsi pendidikan, fungsi agama, fungsi sosial, fungsi rekreasi, dan memberi rasa aman. Idealnya semua fungsi dapat terpenuhi dan berjalan.

Menyambut Gerakan "Ayah Hebat"



Awal tahun 2015, masyarakat dikejutkan dengan kisah seorang remaja yang mengakhiri hidupnya secara tragis dengan cara bunuh diri yang dilakukannya didalam lemari pakaiannya, kisah ini semakin tragis, penyebab dari keputusan ini karena kekecewaan Rangga terhadap kedua orang tuanya yang bercerai, ditambah rasa rindu terhadap ayah yang tidak tersampaikan, beberapa kali janji yang diberikan untuk ketemu tidak terwujud.

Banyak kejadian yang menghentakkan diri, contoh lain yaitu penyalahgunaan narkoba terus menjadi ritus yang menghantui anak-anak di republik ini. Berdasarkan data dari Deputi Pencegahan BNN Angka kematian akibat penyalahgunaan narkoba diperkirakan mencapai 104.000 orang yang berumur 15 tahun dan 263.000 orang yang berumur 64 tahun. Mereka meninggal akibat mengalami overdosis. Dalam perspektif  Kartini (2002) beberapa teori penyebab kenakalan remaja, salah satunya adalah teori psikogenesis. Teori ini menekankan sebab-sebab tingkah laku deliquen atau kenakalan dari aspek  psikologis atau kejiwaan. Beberapa faktor yang berangkat dari teori psikogenesis adalah orang tua broken home atau bercerai yang diawali “perang dingin” dalam keluarga.

Berangkat dari fakta diatas, beberapa hari ini Pemuda Muhammadiyah telah membuat suatu inisiasi besar melalui sebuah gerakan moral berupa gerakan #ayahhebat. Bagi Pemuda Muhammadiyah, membangun peradaban ummat harus dimulai dari unit terkecil yaitu diri sendiri dan keluarga, bukan orang lain, bukan pula terus menuntut, berkeluh kesah, tapi juga berbenah dan berbuat secara nyata.