Selasa, 19 April 2016

Menyambut Gerakan "Ayah Hebat"



Awal tahun 2015, masyarakat dikejutkan dengan kisah seorang remaja yang mengakhiri hidupnya secara tragis dengan cara bunuh diri yang dilakukannya didalam lemari pakaiannya, kisah ini semakin tragis, penyebab dari keputusan ini karena kekecewaan Rangga terhadap kedua orang tuanya yang bercerai, ditambah rasa rindu terhadap ayah yang tidak tersampaikan, beberapa kali janji yang diberikan untuk ketemu tidak terwujud.

Banyak kejadian yang menghentakkan diri, contoh lain yaitu penyalahgunaan narkoba terus menjadi ritus yang menghantui anak-anak di republik ini. Berdasarkan data dari Deputi Pencegahan BNN Angka kematian akibat penyalahgunaan narkoba diperkirakan mencapai 104.000 orang yang berumur 15 tahun dan 263.000 orang yang berumur 64 tahun. Mereka meninggal akibat mengalami overdosis. Dalam perspektif  Kartini (2002) beberapa teori penyebab kenakalan remaja, salah satunya adalah teori psikogenesis. Teori ini menekankan sebab-sebab tingkah laku deliquen atau kenakalan dari aspek  psikologis atau kejiwaan. Beberapa faktor yang berangkat dari teori psikogenesis adalah orang tua broken home atau bercerai yang diawali “perang dingin” dalam keluarga.

Berangkat dari fakta diatas, beberapa hari ini Pemuda Muhammadiyah telah membuat suatu inisiasi besar melalui sebuah gerakan moral berupa gerakan #ayahhebat. Bagi Pemuda Muhammadiyah, membangun peradaban ummat harus dimulai dari unit terkecil yaitu diri sendiri dan keluarga, bukan orang lain, bukan pula terus menuntut, berkeluh kesah, tapi juga berbenah dan berbuat secara nyata.

Gerakan ini sesungguhnya berangkat dari nilai-nilai historitas perjuangan sosok – sosok tokoh masa lalu, tokoh yang paling dekat bagi Pemuda Muhammadiyah yaitu KH Ahmad Dahlan. Sosok sederhana, pembaharu, dan merupakan imam keluarga, kisah kesederhanaan KH Ahmad Dahlan ini menjadi nilai keluarga dengan wasiat terakhir “Hidup hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari Hidup di Muhammadiyah. Rumah dijadikan sebagai pusat pembelajar, tidak menjadikan ayah selaku pencari harta tetapi ayah sebagai sumber inspirasi. Ayah bukan sebatas ‘mesin’ pengumpul harta tapi pemberi nilai keteladanan, Guru besar umat ini mengingatkan kita peran ayah. Kejujuran, integritas dan keikhlasan menjadi dasar nilai rumah mereka.

Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang sangat krusial untuk membangun karakter anak, pada usia tersebut anak membutuhkan figur langsung yang mampu memberikan contoh baik untuk anak karena kepribadian anak dimasa dewasa akan dilihat dari pola relasi masa kecilnya anak. Arnold Gesel menjelaskan sejak usia satu tahun, anak memiliki pengenalan akan identitas dirinya yang mendalam juga akan menjadi benih pertumbuhan kepribadiannya di masa dewasa. Salah satu unsur pola relasi yang penting antara orang tua-anak pada masa bayi dan kanak-kanak disebut pola pertautan (attachment).

Bahkan menurut seorang psikolog dari Inggris John Bowlby, kelekatan merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua. Pengertian ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Ainsworth mengenai kelekatan. Tidak semua hubungan yang bersifat emosional atau afektif dapat disebut kelekatan. Adapun ciri afektif yang menunjukkan kelekatan adalah: hubungan bertahan cukup lama, ikatan tetap ada walaupun figur lekat tidak tampak dalam jangkauan mata anak, bahkan jika figur digantikan oleh orang lain dan kelekatan dengan figure lekat akan menimbulkan rasa aman.

Dari semua itu Pemuda Muhammadiyah ingin mengembalikan dakwah itu ke rumah dengan “pintu masuk” seorang ayah. Gerakan ini cukup sederhana akan tetapi gerakan ini akan menjadi langkah kongkrit dalam membangun sebuah keadaban.  Apakah kita pernah meluangkan waktu untuk mengantar anak kita ke sekolah, mengajak anak  berjamaah di masjid atau sekedar bertanya apakah ananda sudah berbuat baik hari ini? Atau sebaliknya kita dekat tapi secara psikologis kita berjarak dengan mereka? Bagaimana pun, apapun jabatan, profesi, pangkat kita dihadapan mereka, kita adalah tetap seorang Ayah. [Rendra Agusta]

* Versi cetak dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, 14 Januari 2016

0 komentar:

Posting Komentar