Tanggal
3 Februari 2016 lalu menjadi peristiwa yang tidak bisa dilupakan Muhammad
Samhudi, keinginan mendisiplinkan siswanya yang bolos ketika shalat Duha
menjadi bumerang bagi dirinya, Samhudi dimejahijaukan oleh muridnya karena
diduga mencubit siswanya, (Jawapos,2016), Kisah serupa juga terjadi pada Bu
Maya, Guru Biologi di SMP Negeri 1 Bantaeng dilaporkan orang tua muridnya
karena diduga mencubit muridnya ketika mengajar (Tribunnews,2016). Kedua
peristiwa tersebut masih bergulir dijalur hukum. “perang” antara guru dan murid
ini jika berlarut akan menjadi preseden buruk dalam dunia pendidikan. Jika hal
ini terus bergulir maka akan menimbulkan sikap apatis dari guru, tidak mau
menegur, tidak mau menegakkan aturan sehingga peran guru sebagai pendidik akan
pudar.
Ibarat
taman, sekolah sejatinya dihadirkan dalam suasana yang menyenangkan dan saling
mendukung, dimana aktivitas mencerdaskan dan menghargai hadir disana. Dalam
perspektifnya Ki Hadjar Dewantara telah
mengingatkan bahwa pendidikan yang dihadirkan haruslah melibatkan 3 komponen
utama yang dikenal dengan Tri Pusat Pendidikan yaitu Lingkungan Keluarga,
Lingkungan Sekolah dan Lingkungan Masyarakat.
Pintu masuk akan hal tersebut harus hadir dari keluarga, penanaman nilai luhur kehidupan menjadi tanggungjawab anak. Ki Hajar menjelaskan bahwa suasana kehidupan keluarga adalah tempat yang sempurna untuk membentuk karakter anak secara individual maupun secara sosial sehingga hadirnya keluarga melahirkan pribadi yang utuh. Sejalan dengan pandangan tersebut menurut William Bennett menjelaskan bahwa tempat pertama anak untuk mendapatkan penanaman nilai-nilai karakter adalah keluarga, apabila proses internalisasi nilai – nilai karakter ini gagal diberikan keluarga maka akan sulit bagi institusi-institusi di luar keluarga (termasuk sekolah) untuk memperbaikinya. Oleh karena itu setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak dirumah.
Pendidikan
saat ini digunakan sebagai jalan pembangunan masyarakat, sekolah menjadi alat
utama dalam proses tersebut dan guru menjadi pengawal cita – cita tersebut,
sekolah yang dibangun atas dasar kemanusiaan dihadirkan oleh guru yang mampu
memberikan pendidikan pada muridnya. Dalam hal tersebut, Ki Hajar menghadirkan
guru dalam tradisi among, ciri khas
dari sistem ini dengan penguatan bahwa mendidik adalah menyokong atau memberi
tuntunan dan menyokong anak-anak tumbuh dan berkembang atas kodratnya sendiri.
Sistem among ini meletakkan pendidikan sebagai alat dan syarat untuk anak-anak
hidup sendiri dan berguna bagi masyarakat. Guru dalam hal ini disebut Pamong. Dalam hal ini guru tidak hanya pemberi pengetahuan
tetapi guru memiliki peran meletakkan nilai luhur kehidupan sehingga murid
dapat mempersiapkan diri dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam perspektif Ki
Hajar Dewantara, guru adalah abdi sang anak, abdi murid bukan penguasa atas
jiwa anak – anak (sudarto, 2008). Hubungan yang dihadirkan adalah jalinan kasih
sayang antara guru dan murid, saling percaya bukan tindakan otoriter ataupun
memanjakan.
Sengkarut antara guru dan murid ini
tidaklah akan selesai jika lingkungan tidak dihadirkan dalam permasalahan ini,
lingkungan memberi andil besar dalam proses pendidikan murid. Konsep pendidikan
masyarakat dihadirkan untuk mempersiapkan dan menjadikan murid masyarakat yang
berbudi luhur dan berbudaya. Saat ini, lingkungan belum bisa memberikan
kepastian terhadap hal tersebut, wajah lingkungan belum hadir ramah terhadap
anak, apalagi media dimasyarakat jauh dari nilai tauladan. Konsumerisme
masyarakat lebih dari menggerus nilai budaya itu sendiri.
Wacana pemerintah hadir untuk penyelesaian masalah ini
dengan menerbitkan pedoman teknik mendisiplinkan siswa tanpa menggunakan
kekerasan tidaklah cukup. Inti penting permasalahan ini adalah bagaimana dapat
memberikan kehadiran tri pusat pendidikan tersebut dapat optimal. Semangat
pendidikan harus hadir dalam wajah baru. Nyala pelita pendidikan, tidak bisa
hanya dihadirkan dalam ruang kelas, pelita tersebut menjadi tugas besar
keluarga, sekolah dan masyarakat untuk menghadirkannya. Hal ini menjadi daya
dukung yang besar karena pendidikan bukan persiapan untuk hidup tapi pendidikan
adalah hidup itu sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar